Tag Archives: perawi hadits

Biografi Perawi Hadits (2)

25 Apr

ANAS BIN MALIK

Saya belum pernah melihat orang yang menyerupai sholatnya Rasulullah kecuali Ibn Umm Salim

Beliau lahir di Yatsrib (Madinah) 8 tahun sebelum Hijriah. Nama lengkapnya Anas bin Malik bin an-Nadhar bin Dhomdhom al-Anshory al-Khazrojy. Biasa dipanggil Abu Hamzah, digelari ‘Khodim ar-Rasul’(Pembantu Rasul). Beliau seorang mufti, muqri (pembaca), ahli hadits dan pembantu Rasul.

Ibunya, Ummu Salim, masuk Islam sementara ayahnya masih berpegang kepada agama dulu. Pendapat lain mengatakan bahwa ibunya bernama Ghumaisho. Ada juga yang mengatakan Rumaisho. Meskipun masih kecil, ibunya sudah mengajarkan dua kalimah syahadat. Ayahnya, Malik, meminta kepada istrinya agar meninggalkan agama barunya. Hanya saja istri menolak. Suatu hari ayahnya keluar rumah sambil marah-marah. Di jalan ayahnya ketemu dengan musuhnya. Ayahnya terbunuh, sejak itu beliau hidup menjadi yatim.

Pada waktu berumur 10 tahun ibunya mendorong agar beliau mengabdi pada Rasulullah. Ibunya berkata, “Ini anakku pandai menulis.” Rasulullah pun menerima permohonan ibunya. Rasulullah berdo’a, “Ya Allah berikan dia harta dan anak yang banyak. Dan Beri keberkahan yang saya berikan padanya.”(HR.Bukhori Muslim).

Beliau pernah berkata, “Saya mengabdi kepada Rasulullah selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah berkata ‘uff’ , tidak pernah mencela apa yang dibuat dan tidak pernah marah.” Beliau bercerita, “Suatu hari Rasulullah menyuruhku untuk suatu keperluan. Saya pun keluar rumah. Dan jalan berjumpa dengan anak-anak sedang bermain. Saya pun ikut bermain bersama mereka. Saya malah tidak memenuhi perintahnya. Selesai bermain dengan mereka, tiba-tiba saya merasa ada orang berdiri dibelakang saya. Setelah saya menoleh, ternyata Rasulullah sambil memagang bajuku. Sambil tersenyum Rasulullah berkata, “Wahai Anas, Apakah kamu sudah kerjakan perintahku?” Saya merasa bersalah. Saya pun menjawab, “Baiklah, saya pergi sekarang.”

Mengenai pribadinya Abu Hurairah berkata, “Saya belum pernah melihat orang yang menyerupai sholatnya Rasulullah kecuali Ibn Umm Salim (maksudnya Anas).” Allah berikan karuni kepadanya berupa panjang umur. Mengenai panjang umurnya itu beliau berkata, “Tidak ada orang yang tersisa (dari sahabat) yang dapat sholat di masjid Qiblatain (dua qiblat) kecuali saya.” Begitu juga beliau dikaruni keturunan banyak sebagaimana Rasulullah do’akan padanya. Semua anaknya hampir mencapai seratus.

Kalau mengkhatamkan al-Qur’an, beliau mengumpulkan istri dan anaknya kemudian beliau berdo’a. setelah wafatnya Rasulullah, beliau pergi Damaskus. Dari Damaskus beliau pindah ke Basrah.

Dari al-Mutsna bin Sa’id diceritakan, ia mendengar bahwa Anas selalu berkata, “Hampir setiap malam aku mimpi Rasulullah. Setelah itu beliau menangis.” Selama bersahabat dengan Rasulullah beliau telah meriwayatkan kurang lebih 2287 hadits. Diantara riwayat haditsnya, dari Rasulullah beliau bersabda; “Tidak beriman seseorang dari kalian hingga cinta kepada saudaranya sebagaimana mencintai dirinya.”(HR.Bukhori). “Rasulullah adalah orang yang paling baik akhlaknya, penyabar dan pemaah” begitu kata beliau mengenai pribadi Rasulullah.

Dari sekian sahabat Rasulullah, beliaulah yang paling terakhir wafatnya. Kurang lebih sepuluh tahun beliau bergaul, bersahabat dan bersenda gurau dengan Rasulullah. Meskipun tidak lama, sejak kecil beliau sudah merindukan kedatangan Rasulullah. Sehingga hari-harinya banyak digunakan untuk bertanya tentang ajaran Islam. tidak heran beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits.

Setelah menjalani hidupnya hampir satu abad, beliau wafat pada tahun 91 Hijriah, berumur 99 tahun. Pada waktu beliau sakit, beliau berpesan kepada keluarganya, “Ajarkan/talkin aku kalimat “La ilahaillallah. Muhammadurrasullah.” Beliau pun mengucap kalimat itu hingga ajal menjemputnya. Pada waktu dimandikan, Muhammad bin Sirrin, seorang tabi’in, yang memandikannya.

AISYAH BINTI ABU BAKAR

Dialah ‘Aisyah bintu Abi Bakr ‘Abdillah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyiyyah at-Taimiyyah al-Makkiyyah Radhiyallahu ‘Anha. Dia seorang wanita yang cantik dan berkulit putih sehingga mendapat sebutan al-Humaira’. Ibunya bernama Ummu Ruman bintu ‘Amir bin ‘Uwaimir bin ‘Abdi Syams bin ‘Attab bin Udzainah al-Kinaniyyah. Dia lahir ketika cahaya Islam telah memancar, sekitar delapan tahun sebelum hijrah. Dihabiskan masa kanak-kanaknya dalam asuhan sang ayah, kekasih Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam, seorang sahabat yang mulia, Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu.

Belum tuntas masa kanak-kanaknya ketika datang pinangan Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam. Usianya baru menginjak enam tahun saat Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam melaksanakan akad pernikahan dengannya. Wanita mulia yang diperlihatkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala kepada Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam dalam wahyu berupa mimpi untuk memberitakan bahwa dia kelak akan menjadi istri beliau.

Dilaluinya hari-hari setelah itu di tengah keluarganya hingga tiba saatnya Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam menjemputnya –tiga tahun kemudian, seusai beliau kembali dari pertempuran Badr – untuk memasuki rumah tangga yang dipenuhi cahaya nubuwwah di Madinah. Tidak satu pun di antara istri-istri beliau yang dinikahi dalam keadaan masih gadis kecuali ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.

Seorang wanita yang mulia, sabar bersama Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam di tengah kefakiran dan rasa lapar, hingga terkadang hari-hari yang panjang berlalu tanpa nyala api untuk memasak makanan apa pun. Yang ada hanyalah kurma dan air.

Seorang istri yang menyenangkan suaminya yang mulia, menggiring kegembiraan ke dalam hatinya, menghilangkan segala kepayahan dalam menjalani kehidupan dakwah untuk menyeru manusia kepada Allah.

Allah Subhanahu Wata’ala memberikan banyak keutamaan baginya, di antaranya dengan meraih kecintaan Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam. Kecintaan yang tak tersamarkan, tatkala Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam menyatakan hal itu dari lisannya yang mulia, hingga para sahabat pun berusaha mendapatkan ridha Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam dalam hal ini. Siapa pun yang ingin memberikan hadiah kepada beliau biasa menangguhkannya hingga tiba saatnya Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam berada di tempat ‘Aisyah. Di sisi lain, ada istri-istri Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam, wanita-wanita mulia yang tak lepas dari tabiat mereka sebagai wanita. Tak urung kecemburuan pun merebak di kalangan mereka sehingga mereka mengutus Ummu Salamah untuk menyampaikan kepada Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam agar mengatakan kepada manusia, siapa pun yang ingin memberikan hadiah, hendaknya memberikannya di mana pun beliau berada saat itu.

Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha pun mengungkapkan hal itu saat beliau berada di sisinya, namun beliau tidak menjawab sepatah kata pun. Diulanginya permintaan itu setiap kali Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam datang kepadanya, dan beliau pun tetap tidak memberikan jawaban. Pada kali yang ketiga Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha mengatakannya, beliau menjawab, “Janganlah engkau menggangguku dalam permasalahan ‘Aisyah, karena sesungguhnya Allah tidak pernah menurunkan wahyu dalam keadaan diriku di dalam selimut salah seorang pun dari kalian kecuali ‘Aisyah.”

Kemuliaan demi kemuliaan diraihnya dari sisi Allah Subhanahu Wata’ala. Dari banyak peristiwa yang dialaminya, Allah Subhanahu Wata’ala menurunkan ayat-ayat-Nya. Suatu ketika, ‘Aisyah turut dalam perjalanan Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam. Rombongan itu pun singgah di suatu tempat. Tiba-tiba ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha merasa kalungnya hilang, sementara kalung itu dipinjamnya dari Asma’, kakaknya.

Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam pun memerintahkan para sahabat yang turut dalam rombongan itu untuk mencarinya. Terus berlangsung pencarian itu hingga masuk waktu shalat. Akan tetapi ternyata tak ada air di tempat itu sehingga para sahabat pun shalat tanpa wudhu’. Tatkala bertemu dengan Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam, mereka mengeluhkan hal ini kepada beliau. Saat itulah Allah Subhanahu Wata’ala menurunkan ayat-Nya tentang tayammum.

Melihat kejadian ini, Usaid bin Hudhair Radhiyallhu Anhu mengatakan kepada ‘Aisyah, “Semoga Allah memberikan balasan kepadamu berupa kebaikan. Demi Allah, tidak pernah sama sekali terjadi sesuatu padamu kecuali Allah jadikan jalan keluar bagimu dari permasalahan itu, dan Allah jadikan barakah di dalamnya bagi seluruh kaum muslimin.”

Satu peristiwa penting tercatat dalam kehidupan ‘Aisyah. Allah Subhanahu Wata’ala menyatakan kesucian dirinya. Berawal dari kepulangan Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam dari pertempuran Bani Musthaliq yang ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha turut dalam rombongan itu. Di tengah perjalanan, ketika rombongan tengah beristirahat, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pergi untuk menunaikan hajatnya. Namun ia kehilangan kalungnya sehingga kembali lagi untuk mencarinya. Berangkatlah rombongan dan ‘Aisyah tertinggal tanpa disadari oleh seorang pun. ‘Aisyah menunggu di tempatnya semula dengan harapan rombongan itu kembali hingga ia tertidur.

Saat itu muncullah Shafwan ibnul Mu’atthal Radhiyallahu ‘Anhu yang tertinggal dari rombongan Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam. Melihat ‘Aisyah, dia pun beristirja’ (Mengucapkan Innalillahi Wa inna ilaihi Rajiun -red) dan ‘Aisyah terbangun mendengar ucapannya. Tanpa mengatakan sesuatu pun dia persilakan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha untuk naik kendaraannya dan dituntunnya hingga bertemu dengan rombongan.

Kaum munafikin yang ditokohi oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Salul menghembuskan berita bohong tentang ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Berita itu terus beredar dan mengguncangkan kaum muslimin, termasuk Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam, sedang ‘Aisyah sendiri tidak mendengarnya karena dia langsung jatuh sakit selama sebulan setelah kepulangan itu. Hanya saja ia merasa heran karena tidak menemukan sentuhan kelembutan Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam selama sakitnya sebagaimana biasa bila dia sakit.

Akhirnya berita bohong itu pun sampai kepada ‘Aisyah melalui Ummu Misthah Radhiyallahu ‘ANHA. ‘Aisyah pun menangis sejadi-jadinya dan meminta izin kepada Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam untuk tinggal sementara waktu dengan orang tuanya. Beliau pun mengizinkan.

Sementara itu, wahyu yang memutuskan perkara ini belum juga turun sehingga Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam meminta pendapat ‘Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘Anhuma dalam urusan ini. Beliau pun menemui ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, mengharap kejelasan dari peristiwa ini.

Di puncak kegalauan itu, dari atas langit Allah menurunkan ayat-ayatnya yang membebaskan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha dari segala tuduhan yang disebarkan oleh orang-orang munafik. ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, wanita mulia yang mendapatkan pembebasan Allah Subhanahu Wata’ala dari atas langit.

Dia melukiskan keadaannya pada waktu itu, “Demi Allah, saat itu aku tahu bahwa diriku terbebas dari segala tuduhan itu dan Allah akan membebaskan aku darinya. Namun, demi Allah, aku tidak pernah menyangka Allah akan menurunkan wahyu yang dibaca dalam permasalahanku, dan aku merasa terlalu rendah untuk dibicarakan Allah di dalam ayat yang akan melihat mimpi yangrdibaca. Aku hanya berharap, Rasulullah dengannya Allah membebaskan diriku dari tuduhan itu.” Ayat-ayat itu terus terbaca oleh seluruh kaum muslimin hingga hari kiamat di dalam Surat an-Nuur ayat 11 beserta sembilan ayat berikutnya.

Wanita mulia ini menjalani hari-harinya bersama Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam hingga tiba saatnya beliau kembali ke hadapan Allah Subhanahu Wata’ala. Delapan belas tahun usianya, saat Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam wafat di atas pangkuannya setelah hari-hari terakhir selama sakit beliau memilih untuk dirawat di tempatnya. Beliau pun dikuburkan di kamar ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.

Sepeninggal beliau, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha menyebarkan ilmu yang dia dapatkan dalam rumah tangga nubuwah. Riwayatnya banyak diambil oleh para sahabat yang lain dan tercatat dalam kitab-kitab. Dia menjadi seorang pengajar bagi seluruh kaum muslimin.

Keutamaan dari sisi Allah banyak dimilikinya, hingga Rasulullah Sholallahu ‘Aliaihi Wasallam menyatakan, “Keutamaan ‘Aisyah atas seluruh wanita bagaikan keutamaan tsarid2 atas seluruh makanan.” Bahkan Jibril menyampaikan salam padanya melalui Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.

Tiba waktunya ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha kembali kepada Rabb-Nya. Wanita mulia ini wafat pada tahun 57 Hijriah dan dikuburkan di pekuburan Baqi’. Ilmunya, kisah hidupnya, keharumannya namanya tak pernah sirna dari goresan tinta para penuntut ilmu. Semoga Allah meridhainya.

IBNU UMAR

 

Ibnu Umar masuk Islam bersama ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai ayahnya dalam Perang Badar, namun Rasulullah menolaknya. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang Khandaq. Ia ikut berperang bersama Ja’far bin Abu Thalib dalam Perang Mu’tah, dan turut pula dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi Muhammad meninggal, ia ikut dalam Perang Yarmuk dan dalam penaklukan Mesir serta daerah lainnya di Afrika.

Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat sebagai hakim, tapi ia tidak mau menerimanya. Setelah Utsman terbunuh, sebagian kaum muslimin pernah berupaya membai’atnya menjadi khalifah, tapi ia juga menolaknya. Ia tidak ikut campur dalam pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik, meskipun ia sempat terlibat konflik dengan Abdullah bin Zubair yang pada saat itu telah menjadi penguasa Makkah.

Periwayat hadits

Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti kemana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan berkata :”Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar”. Ia bersikap sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah, karenanya ia tidak mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Diantara para Tabi’in, yang paling banyak meriwayatkan darinya ialah Salim dan hamba sahayanya, Nafi’.

 Pujian dari Sahabat

Kesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan pujian dari kalangan sahabat Nabi dan kaum muslimin lainnya. Jabir bin Abdullah berkata: ” Tidak ada di antara kami disenangi oleh dunia dan dunia senang kepadanya, kecuali Umar dan putranya Abdullah.” Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan: “Ibnu Umar meninggal dan keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak orang yang sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup di masa yang tidak ada seorang pun yang sebanding dengan dia”.

Ibnu Umar adalah seorang pedagang sukses dan kaya raya, tetapi juga banyak berderma. Ia hidup sampai 60 tahun setelah wafatnya Rasulullah. Ia kehilangan pengelihatannya di masa tuanya. Ia wafat dalam usia lebih dari 80 tahun, dan merupakan salah satu sahabat yang paling akhir yang meninggal di kota Makkah.

biografi perawi hadits (1)

25 Apr

ABDULLAH IBN MAS’UD

“ yang mengumandangkan Al-Qur’an pertama kali dengan suara merdu”

 

            Sebelum Rosulullah menjadikan rumah Arqom sebagai tempat pertemnuannya dengan para sahabat , Abdullah Ibn Mas’ud sudah masuk islam, dan merupakan orang keenam yang masuk islam. Dengan demikian ia termasuk assabiqunal awwaluun. Ia pernah bercerita tentang pertemuan pertamanya dengan Rosulullah.

“Saat itu usiaku beranjak remaja. Aku menggembalakan kambing milik Uqbah Bin Muith. Suatu hari aku didatangi Nabi bersama Abu Bakar dan bertanya, “Nak, apakah kamu punya susu yang bisa kami minum?” Aku menjawab, “ kambing-kambing ini adalah amanah yang harus kupelihara. Aku tidak bisa memberi kalian minum.

Nabi saw bertanya “ Apakah kamu punya kambing betina yang belum dikawini pejantan? “ada” jawabku. Nabi saw memegang kambing itu dan mengusap susunya dan berdoa kepada Tuhannya. Tiba-tiba perut kambinh itu membesar dan penuh susu. Sehingga Rosulullah, Abu Bakar dan aku meminumnya. Aku menghampiri Nabi dan berkata, “ajarkan aku ucapan itu.” Nabi menjawab, “Kamu adalah anak muda yang selalu diajari.”

Islam telah merubah Ibn mas’ud menjadi orang yang semula takut dan rendah diri di hadapan para pembesar Quraisy menjadi orang yang hanya takut dan rendah hati (tawadhu’) kepada Allah. Selama ini setiap berjalan dihadapan para pembesar quraisy ia selalu berjalan cepat dan menundukkan kepala. Namun setelah menjadi muslim dengan langkah tegap ia mendatangi kumpulan para pembesar Quraisy dan dihadapan mereka , ia mengumandangkan ayat-ayat al quran dengan suara merdunya.

Sementara itu, para pemuka quraisy terpesona dengan apa yang mereka dengar dan mereka lihat. Belum terbayangkan oleh mereka bahwa ada seorang tukang gembala yang berani menantang kekuasaan mereka. Alhasil mereka beramai – ramai mendatangi ibn Mas’ud dan memukulinya. Namun ia tetap melnjutkan bacaanya. Setelah itu, dengan muka dan tubuh babak belur ia kembali kepada para sahabat. “ Inilah yang kami khawatirkan terhadap dirimu,”

Ibnu Mas’ud berkata,” Sekarang ini musuh Allah yang paling hina dimataku adalah mereka. Jika kalian mau, besok aku akan melakukan hal yang sama.” Mereka berkata, “ Sudah cukup. Engkau telah memperdengarkan kepada mereka apa yang mereka benci.”

Ibnu Mas’ud telah menjadi salah satu mu’jizat Rosulullah saw. Sebagai ganti dari tubuhnya yang kurus dan lemah, islam memberinya kemauan kuat untuk menundukkan para penguasa zalim. Sebagai ganti dari nasibnya yang terkucilkan islam telah memberinya karunia ilmu yang sangat luas dan nama yang harum. Ia pernah berkata, “ Aku hafal 70 surah alquran langsung dari Rosulullah saw. Tidak ada seorangpun yang menyaingiku dalam hal ini. Rosulullah saw pernah berpesan kepada para sahabat untuk menjadikan ibnu mas’ud sebagai teladan, “Berpegang teguhlah kepada apa yang diajarkan Ibnu Ummi Abdi (Ibnu Mas’ud).

Beliau juga berpesan agar para sahabat meniru bacaan alquran Ibnu Mas’ud. “ Barang siapa ingin mendengar al quran seperti saat diturunkan, hendaklah ia mendengarkannya dari Ibnu Ummi Abdi. Barang siapa ingin membaca al quran seperti saat diturunkan, hendaklah ia membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abdi.” Ibnu Mas”ud juga pernah berkata “Setiap bagian dari al quran yang diturunkan, aku pasti mengetahui ia diturunkan dalam masalah apa. Tidak seorangpun lebih mengetahui tentang kitab Allah daripada aku. Sekiranya ada orang yang lebih tahu tentang alquran dariku dan tempatnya bisa aku tempuh dengan unta, pasti aku akan berguru kepadanya. Dan aku bukan yang terbaik diantara kalian.

Keistimewaan ibnu mas’ud juga diakui oleh para sahabat yang lain. Beliau dikenal sebagai pakar agama ini dan diakui bahwa pemahaman beliau tentang islam telah mencapai kesempurnaan dan juga dikenal sebagai sahabat yang cara hidup, perilaku dan ketenangannya mirip dengn Rosulullah. Bahkan Ibnu Mas’ud diberi izin khusus untuk bisa menemui Rosulullah dan menjadi tumpuan rahasia Rosulullah sehingga mendapat julukan “kotak hitam” tempat rosulullah menumpahkan keluhan dan rahasia. Rosulullah pernah bersabda “ aku izinkan kamu membuka tabir penutup”.

Ibnu Mas’ud diangkat oleh khalifah Umar untuk menjadi penanggung jawab kas pemerintahan wilayah kuffah, sebuah wilayah yang sangat menyukai pergolakan dan suka memberontak. Akan tetapi kehadiran Ibnu Mas’ud justru disenangi dan sangat dihormati. Bahkan penduduk kuffah siap membela ketika beliau hendak dipanggil ke madinah oleh khalifah Utsman.

Allah telah menganugerahinya ketakwaan dan sikap bijaksana yang luar biasa. Sebagai contoh bagaimana beliau berpendapat tentang Umar, “ Masuk islamnya Umar adalah kemenangan, Hijrahnya Umar ke Madinah adalah pertolongan. Kepemimpinannya adalah Rahmat.”

Diantara pesan – pesan beliau adalah “ Sebaik-baik kekayaan adalah kaya hati,dan sebaik-baik bekal adalah katakwaan, seburuk-buruk kebutaan adalah buta hati, sebesar-besar dosa adalah dusta, sejelek-jelek usaha adalah riba. Seburuk-buruk makanan adalah memakan harta anak yatim. Barang siapa yang memaafkan orang lain akan diamaafkan oleh Allah,dan barang siapa yang mengampuni orang lain akan diampuni Allah.” Sedangkan cita-cita beliau adalah kembali kepada Allah dengan Ridho dan di ridhoi. Itulah cita-citanya,cita-cita yang jauh dari unsur-unsur duniawi.

ABU HURAIRAH

Sang Perekam masa kenabian

Abu Hurairah ra dilahirkan 19 tahun sebelum Hijrah. Nama sebenar beliau sebelum memeluk ugama Islam tidaklah diketahui dengan jelas, tetapi pendapat yang mashyur adalah Abd Syams. Nama Islamnya adalah Abdurrahman. Beliau berasal daripada qabilah al-Dusi di Yaman. Abu Hurairah ra memeluk Islam pada tahun 7 Hijrah ketika Rasulullah saw berangkat menuju ke Khaibar. Ketika itu ibunya masih belum menerima Islam malah menghina Nabi. Abu Hurairah ra lalu bertemu Rasulullah saw dan meminta baginda berdoa agar ibunya masuk Islam. Kemudian Abu Hurairah ra menemui ibunya kembali, mengajaknya masuk Islam. Ternyata ibunya telah berubah, bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat.

Apabila pulang dari Perang Khaibar, Rasulullah saw memperluaskan Masjid Nabawi ke arah barat dengan menambah ruang sebanyak tiga tiang lagi. Abu Hurairah ra turut terlibat dalam pengubahsuaian ini. Ketika dilihatnya Rasulullah saw turut mengangkat batu, ia meminta agar beliau menyerahkan batu itu kepadanya. Rasulullah saw menolak seraya bersabda, “Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat.”

Abu Hurairah ra pernah tersilap menimbang makanan yang lazat sehinggakan dia dikenakan hukuman dipukul oleh Rasulullah saw. Bagaimanapun Abu Hurairah ra gembira “Kerana Nabi menjanjikan akan memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya secara sengaja atau tidak,” katanya.

Begitu cintanya kepada Rasulullah saw sehingga siapa pun yang dicintai, ia ikut mencintainya. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihat Rasulullah saw mencium kedua cucunya itu.

Gelaran Abu Hurairah ra adalah kerana kegemarannya bermain dengan anak kuching. Diceritakan pada suatu masa ketika Abu Hurairah ra bertemu Rasullullah saw dia ditanyai apa yang ada dalam lengan bajunya. Apabila dia menunjukkan anak kuching yang ada dalam lengan bajunya lantas dia digelar Abu Hurairah ra oleh Rasullullah saw Semenjak itu dia lebih suka dikenali dengan gelaran Abu Hurairah ra.

Abu Hurairah ra berpindah ke Madinah untuk mengadu nasib. Di sana ia bekerja menjadi buruh kasar bagi siapa yang memerlukannya Sering kali dia mengikatkan batu ke perutnya, kerana menahan lapar yang amat sangat. Malah diceritakan bahawa dia pernah berbaring berhampiran mimbar masjid sehinggakan orang menyangka dia kurang waras. Apabila Rasullullah saw mendengarkan perkara tersebut, baginda menemui Abu Hurairah ra yang menjelaskan bahawa dia berbuat sedemikian kerana lapar, lalu Rasullullah saw pun segera memberinya makanan.

Abu Hurairah ra adalah sahabat yang sangat dekat dengan Nabi saw. Ia dikenal sebagai salah seorang ahli shuffah, yaitu orang-orang miskin atau sedang menuntut ilmu dan tinggal di halaman masjid. Beliau begitu rapat dengan Nabi saw, sehingga baginda selalu menyuruh Abu Hurairah ra untuk mengumpulkan ahli shuffah, jika ada makanan yang hendak dibagikan.

Pernah pula pada suatu masa, dia duduk di pinggir jalan tempat orang biasanya berlalu lalang sambil mengikatkan batu ke perutnya. Dilihatnya Abu Bakar ra melintas. Lalu dia minta dibacakan satu ayat Al-Quran. “Aku bertanya begitu supaya dia mengajakku ikut, memberiku pekerjaan,” tutur Abu Hurairah ra. Tapi Abu Bakar ra cuma membacakan ayat, lantas berlalu.

Dilihatnya ‘Umar bin Khaththab ra. “Tolong ajari aku ayat Al-Quran,” kata Abu Hurairah ra. Ternyata dia kecewa sekali lagi kerana ‘Umar ra melakukan hal yang sama.

Tak lama kemudian Rasullullah saw pula yang berlalu. Nabi tersenyum. “Beliau tahu apa isi hati saya. Beliau boleh membaca raut muka saya dengan tepat,” tutur Abu Hurairah ra.

“Ya Aba Hurairah!” panggil Nabi.

“Labbaik, ya Rasulullah!”

“Ikutlah aku!”

Beliau mengajak Abu Hurairah ra ke rumahnya. Di dalam rumah didapati semangkok susu. “Dari mana datangnya susu ini?” tanya Rasulullah saw. Beliau diberitahu bahwa seseorang telah memberikan susu itu.

“Ya Aba Hurairah!”

“Labbaik, Ya Rasulullah!”

“Tolong panggilkan ahli shuffah,” kata Rasullullah saw. Susu tadi lalu dibagikan kepada ahli shuffah, termasuk Abu Hurairah ra. Sejak itulah, Abu Hurairah ra mengabdi kepada Rasullullah saw, bergabung dengan ahli shuffah di pondok masjid.

Abu Hurairah ra berjaya meriwayatkan banyak hadis disebabkan beliau sentiasa berdamping dengan Rasulullah selama 3 tahun, selepas memeluk Islam. Ini sebagaimana yang di riwayatkan olehnya

… sesungguhnya saudara kami daripada golongan Muhajirin sibuk dengan urusan mereka di pasar dan orang-orang Ansar pula sibuk bekerja di ladang mereka sementara aku seorang yang miskin sentiasa bersama Rasulullah saw. ‘Ala Mil’i Batni. Aku hadir di majlis yang mereka tidak hadir dan aku hafaz pada masa mereka lupa.

(Al-Bukhari)

Pada mulanya Abu Hurairah ra mempunyai ingatan yang lemah lalu beliau mengadu kepada Rasulullah. Rasulullah lalu mendoakan agar Abu Hurairah ra diberkati dengan daya ingatan yang kuat lalu semenjak hari itu Abu Hurairah dikurniakan dengan daya ingatan yang kuat yang membolehkan beliau meriwayatkan jumlah hadis terbanyak di kalangan para sahabat.

Kisah Abu Hurairah ra Mengawal Gudang Zakat

Dikatakan pada satu ketika Abu Hurairah ra telah diamanahkan oleh Rasulullah saw untuk menjaga gudang hasil zakat. Pada suatu malam Abu Hurairah ra telah ternampak seseorang mengendap-gendap hendak mencuri, lalu ditangkapnya. Orang itu pun hendak dibawanya berjumpa Rasulullah saw tetapi pencuri itu merayu minta dikasihani seraya menyatakan bahawa dia mencuri untuk menyarai keluarganya yang kelaparan.

Abu Hurairah ra merasa kasihan lalu melepaskan pencuri itu dengan amaran agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.

Keesokkan harinya perkara tersebut dilaporkan kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw tersenyum lalu bersabda bahwa pencuri itu pasti akan kembali.

Ternyata keesokkan malamnya pencuri itu datang lagi. Sekali lagi Abu Hurairah ra menangkap pencuri itu lalu hendak dibawanya berjumpa dengan Rasulullah saw. Sekali lagi, pencuri itu merayu sehinggakan Abu Hurairah ra merasa kasihan lalu melepaskannya sekali lagi. Keesokkan harinya, dia melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah saw yang mengulangi sabdanya bahawa pencuri itu pasti akan kembali.

Apabila pencuri itu ditangkap sekali lagi Abu Hurairah ra mengancam akan membawanya berjumpa Rasulullah saw. Pencuri itu merayu meminta dibebaskan sekali lagi lagi. Apabila Abu Hurairah r.a. enggan melepaskannya, pencuri itu menyatakan dia akan mengajar sesuatu yang baik sekiranya ia di bebaskan. Pencuri itu menyatakan bahawa sekiranya seseorang itu membaca ayat Kursi sebelum tidur shaitan tidak akan menggangguinya.

Abu Hurairah ra merasa tersentuh mendengarkan ajaran pencuri itu lalu melepaskannya pergi. Keesokkan harinya dia melapurkan peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw yang bersabda, pencuri yang ditemuinya itu adalah pembohong besar, tetapi apa yang diajarkan kepada Abu Hurairah ra itu adalah perkara yang benar. Sebenarnya pencuri itu adalah shaitan yang dilaknat.

Walaupun Abu Hurairah ra merupakan seorang yang papa pada mulanya, dia telah dipinang oleh salah seorang majikannya yang kaya raya untuk putrinya, Bisrah binti Gazwan. Ini menunjukkan betapa Islam telah mengubah pandangan seseorang dari membezakan kelas kepada menyanjung keimanan. Abu Hurairah ra dipandang mulia karena kealiman dan kesalihannya. Perilaku islami telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan pada masa jahiliah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran kemuliaan.

Sejak menikah, Abu Hurairah ra membagi malamnya kepada tiga bagian: untuk membaca Al-Quran, untuk tidur dan keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis. Dia dan keluarganya tetap hidup sederhana walaupun setelah menjadi orang berada . Abu Hurairah ra suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan memberi sedekah rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantunya.

Rasulullah saw pernah mengutuskan Abu Hurairah ra berdakwah ke Bahrain bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami ra Dia juga pernah diutus bersama Quddamah ra untuk mengutip jizyah di Bahrain, sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibn Sawa At-Tamimi.

Mungkin disebabkan oleh itu, Abu Hurairah ra diangkat menjadi gabenor Bahrain ketika ‘Umar ra menjadi Amirul Mukminin. Tapi pada 23 Hijrah, ‘Umar ra memecatnya kerana Abu Hurairah ra dituduh menyimpan wang yang banyak sehingga 10,000 dinar. Ketika pembicaraan, Abu Hurairah ra berjaya membuktikan bahawa harta itu diperolehinya dari berternak kuda dan pemberian orang. Khalifah ‘Umar ra menerima penjelasan itu dan memaafkannya. Lalu dia diminta menerima jabatan gubernur kembali, tapi Abu Hurairah ra menolak.

Penolakan itu diiringi lima alasan. “Aku takut berkata tanpa pengetahuan; aku takut memutuskan perkara bertentangan dengan hukum (agama); aku tidak mahu disebat; aku tak mau harta benda hasil pencarianku disita; dan aku takut nama baikku tercemar,” katanya. Dia memilih untuk tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya.

Khalifah ‘Umar bin Khaththab r.a pula pernah melarang Abu Hurairah ra menyampaikan hadis dan hanya membolehkan menyampaikan ayat Al-Quran. Ini disebabkan tersebar khabar angin bahawa Abu Hurairah ra banyak memetik hadis palsu. Larangan khalifah baru dibatalkan setelah Abu Hurairah ra mengutarakan hadis mengenai bahaya hadis palsu.

Hadis itu bermakna,

“Barangsiapa yang berdusta padaku (Nabi saw) secara sengaja, hendaklah mempersiapkan diri duduk dalam api neraka.”

Hadis ini diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Ahmad ibn Hanbal.

Apabila kediaman Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan ra dikepung pemberontak, dalam peristiwa yang dikenali sebagai al-fitnatul kubra (fitnah/bencana besar), Abu Hurairah ra bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut. Meski dalam keadaan siap untuk bertempur, Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan ra melarang pengikut setianya itu memerangi kaum pemberontak.

Pada masa Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib ra, Abu Hurairah ra menolak tawaran menjadi gabenor Madinah. Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah ‘Ali dan lawannya, Muawiyah bin Abi Sufyan, ia bersikap berkecuali dan menghindari fitnah. Setelah Muawiyah berkuasa, Abu Hurairah ra dilantik menjadi gubernur Madinah setelah diusul oleh Marwan ibn Hakam. Di Kota Penuh Cahaya (Al-Madinatul Munawwarah) ini pula ia mengembuskan nafas terakhir pada 57 atau 58 H. (676-678 M.) dalam usia 78 tahun. Abu Hurairah ra meninggalkan sebanyak 5374 hadis.

Hadis Abu Hurairah ra yang disepakati Imam Bukhari dan Muslim berjumlah 325 hadis, oleh Bukhari sendiri sebanyak 93 hadis, dan oleh Muslim sendiri 189 hadis. Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah ra juga terdapat dalam kitab-kitab hadis lainnya.

Terdapat pula golongan yang mempertikaikan tentang kesahihan hadis-hadis yang di sampaikan oleh Abu Hurairah ra seperti dari golongan orientalis barat, Ignaz Goldizihar yang telah membuat kritikan terhadap hadis dan para perawinya termasuk Abu Hurairah. Tuduhan beliau telah mempengaruhi beberapa penulis Islam seperti Ahmad Amin dan Mahmud Abu Rayyuh untuk mengkritik kedudukan Abu Hurairah sebagai perawi hadis. Tuduhan-tuduhan ini telah disanggah oleh Mustafa al Sibai dalam al Sunnah wa Makanatuha halaman 273-283.

Selain daripada golongan ini terdapat juga kritikan kuat daripada golongan Syiah. Ini mungkin disebabkan Abu Hurairah ra merupakan penyokong ‘Utsman bin ‘Affan ra dan juga pernah menjadi pegawai dinasti Umayah. Penolakannya menyandang jawatan gabenor ketika ditawarkan oleh ‘Ali ra dan ketiadaan hadis yang berisi pujian atau pengistimewaan kepada ‘Ali dan keluarganya mungkin merupakan sebab-sebab lain Abu Hurairah dikritik oleh kaum Syiah.