Problematika internal dakwah

25 Apr

Pendahuluan

Dinamika masyarakat Islam di Indonesia telah menjadi fenomena tersendiri. Berbagai permasalahan keummatan terjadi silih berganti, datang dan pergi. Masalah-masalah keummatan yang didasarkan dari aspek sosiologis hingga aspek permasalahan akidah mudah didapatkan ditubuh ummat Islam belakangan ini. Ummat saat ini membutuhkan bimbingan yang benar dalam hidup mereka dan mengarahkan kembali untuk dapat mengentaskan solusi permasalahan yang dihadapinya.

Oleh karenanya efektifitas dakwah menjadi tuntutan wajib dalam menjawab tantangan ummat. Dengan memaksimalkan potensi manfaat, menginventarisir masalah sesuai dengan skala prioritas dampak yang ditimbulkan dan mencari solusi yang efektif dan efisien dalam menunjang percepatan pencapain tujuan dakwah.

Pada makalah ini dengan mengharapkan wajah Alloh pemakalah berharap dapat memberikan sajian dengan tema ‘problematika internal dakwah” dimana pembahasan kali ini mencoba mengangkat permasalahan internal dakwah dan solusi simpel dan praktis untuk mengatasinya.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah swt, pastilah banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karenanya saran dan kritik senantiasa kami harapkan.

Hakikat dakwah sesuai sunnah

Terjadinya banyak permasalahan ummat tak dapat dipungkiri bahwa hal itu memiliki keterkaitan dengan para pendakwah yang berkualitas, adanya berbagai permasalahan keummatan yang terjadi tak terlepas dari faktor para da’i yang mengemban tugas mulia yaitu dakwah ilalloh. Sebelum menapaki kepada pembahasan lebih dalam akan sebuah analisa sistem dakwah terhadap problematika ini, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu, apa dan bagaimanakah dakwah yang sesuai sunnah itu.

Dakwah mestilah didasarkan dengan sifat ikhlas, yaitu mengikhlaskan segala hal dalam dakwah hanya mengharapkan balasan dari Alloh subhanahu wa  ta’ala Alloh azza wa jala berfirman :

“ Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. ( QS. Al Kahfi : 110 )

Dan masih ada ayat lainnya yang menganjurkan untuk mengikhlaskan diri dalam berdakwah melainkan aktivitas ibadah dan muamalah lainnya. Rasululloh. shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya Alloh tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni ( ikhlas ) untukNya dan untuk mencari wajahNya. “ ( HR. Nasai )

Dari keterangan ayat dan hadist diatas maka hendaklah setiap da’i tidak berdakwah melainkan hanya untuk mengharapkan balasan dari Alloh azza wa jalla. Bukan untuk mengharapkan materi, kehormatan, pujian, dan sanjungan. Maka itulah hakikat dakwah yang haq.

Dan masih ada ayat lainnya yang menganjurkan untuk mengikhlaskan diri dalam berdakwah melainkan aktivitas ibadah dan muamalah lainnya. Rasululloh. shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya Alloh tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni ( ikhlas ) untukNya dan untuk mencari wajahNya. “ ( HR. Nasai )

Dari keterangan ayat dan hadist diatas maka hendaklah setiap da’i tidak berdakwah melainkan hanya untuk mengharapkan balasan dari Alloh azza wa jalla. Bukan untuk mengharapkan materi, kehormatan, pujian, dan sanjungan. Maka itulah hakikat dakwah yang haq.

Problematika internal Da’i

Pertama,terjadinya penyempitan makna dakwah oleh para da’i.Dakwah saat ini sering terkesan dimaknai sebatas pada ceramah-ceramah di mesjid,majelis ta’lim,dan pengajian-pengajian.Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa metode lisan merupakan salah satu metode dakwah yang efektif namun hendaknya para da’I tidak menjadikan dakwah dengan metode ceramah sebagai hal yang esensi dalam dakwah.Bahkan akhir-akhir ini masyarakat Indonesia sudah mulai bosan dengan ceramah-ceramah. Kalaupun ada yang mengikuti hanya sebatas formalitas  atau mencari sisi lain yang menarik dari ceramah sang da’I seperti sang dai’ yang suka membuat lelucon,alhasil ketika ditanya kepada masyarakat tentang apa yang mereka dapatkan dalam ceramah tersebut mereka hanya menjawab “Uztadznya pelawak,lucu,dan menarik” namun esensi dakwah tidak lagi sampai kepada masyarakat tersebut.Padahal sebenarnya masyarakat di Indonesia saat ini membutuhkan dakwah dengan metode “tindakan nyata”,  mereka saat ini kehilangan figure Qudwah,Figure ustwah yang akan mereka jadikan pedoman dan tauladan dalam hidup.
Kedua,Merosotnya kualitas ilmu yang dimiliki para da’i.Hal ini berdampak pada menurunnya profesionalisme sang da’i. Contohnya banyak kita lihat di Indonesia bagaimana materi yang disampaikan hanya bersifat pengulangan sehingga para objek dakwah mudah bosan.selain itu, dakwah yang disampaikan sering tidak tepat sasaran karena metode yang dipakai sang da’I tidak sesuai dengan kondisi objek dakwahnya.Ditambah lagi sang da’I tidak memiliki keilmuan yang cukup terutama dalam bidang Fiqh dakwah sehingga sering mengecewakan objek dakwah. Kekurangan ilmu yang dimiliki da’I hari ini juga banyak menimbulkan masalah tersendiri dalam bidang dakwah.Sering kali terjadi kegoncangan pada umat diakibatkan keraguan yang ditimbulkan oleh para da’I dalam menetapkan sebuah hukum. Keraguan ini akan berlanjut pada ketidak percayaan terhadap sang da’I itu sendiri.Hal ini tentunya berdampak negative terhadap tatanan umat yang ada. Contoh lain,adalah seringnya para da’I terlalu memaksakan sebuah hukum namun tanpa alternative sehingga tak jarang sikap ini mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada da’I tersebut malah masyarakat bisa menjadi apatis kepadanya.
Ketiga,Manajemen dakwah yang dilakukan oleh para da’I masih bersifat konvensional,yang hanya terbatas pada ceramah dan kuliah agama. Kurangnya pengetahuan da’I tentang ilmu dakwah ditambah lagi dengan kurang nya pengetahuan tentang manajemen dakwah yang efektif dan efisien membuat dakwah sering hanya bergaung dalam ceramah dan kuliah agama.

Keempat, mengajak kepada dakwah parsial bukan dakwah kepada Allah swt. Manajemen dakwah yang baik adalah sebuah keharusan dalam keberlangsungan dakwah. Karena pentingnya hal itu bagi dakwah, maka organisasi-organisasi yang memayungi dan mengelola dakwah banyak bermunculan dengan menawarkan berbagai konsep dakwah. Bila hal ini disikapi dengan bijaksana dan hati yang lapang maka akan menjadi kemashlahatan bagi ummat. Karena lebih mengakomodir banyaknya perbedaan dalan penerapan konsep dakwah. Dampak negative yang ditimbulkan adalah adanya persaingan diantara organisasi dakwah untuk merebut simpati masyarakat. Penyimpangan tujuan ini akan mempengaruhi efektifitas pencapain tujuan dakwah, karena para da’I lebih sibuk dengan bagaimana membesarkan organisasi dakwahnya daripada menyibukkan diri untuk mengajak ummat kembali kepada Allah swt.

Kelima, da’i bersifat pasif dalam menyongsong dakwah. Sudah menjadi kebiasan di masyarakat bahwa adanya ta’lim atau pengajian tabligh hanya ketika hari-hari besar agama, oleh karena itu seringkali pula para da’I hanya melakukan aktifitasnya pada waktu itu. Mereka tidak bergerak aktif untuk menciptakan lading-ladang ta’lim baru yang lebih teratur dan berkesinambungan. Perkembangan zaman yang begitu cepat juga membawa konsekuensi permasalahan ummat yang cepat pula, sehingga para da’I harus cepat tanggap untuk bisa menjadi pemberi solusi syar’i untuk setiap permasalahan yang ada.

Permasalahan yang timbul dari internal umat islam
Adapun masalah yang timbul dari umat islam sendiri adalah

pertama, kurangnya keinginan untuk mendengarkan kebajikan. Disadari atau tidak padatnya agenda kerja menjadikan kita semakin jauh dari kesempatan untuk mendatangi dan mendengarkan tausiyah.  Kita lebih disibukkan dengan berbagai urusan dunia yang begitu gemerlap. Dunia dengan segala kesenangan nafsu begitu memperdaya  kesanggupan kekuatan kita untuk melangkah mencari sumber kebajikan. Lemahnya semangat untuk mendatangi, mendengarkan tausiyah juga menjadi indikasi awal melemahnya kekuatan iman. Karena hati yang dipenuhi dengan iman akan senantiasa haus dengan ilmu dan kebaikan. Sedangkan hati yang semakin kosong dari iman akan disibukkan dengan hal-hal yang tidak bernilai untuk akhirat. Tentang hamba-hamba dunia ini Allah telah menggambarkan dalam qs. Al hadiid :  dimana manusia begitu berlomba mengejar kenikmatan dunia sehingga mereka melupakan kehidupan akhirat.

“Ketauhilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia adalah permainan dan senda gurau dan perhiasan dan kalian saling berbangga diantara kalian dan saling berlomba dalam harta dan keturunan (anak)”

Mereka lupa bahwa diakhirat hanya ada dua balasan yaitu adzab allah yang pedih atau ampunan dan ridhoNya. “ wafil akhiroti ‘adzabun syadiidun wa maghfirotun minallaoh wa ridhwaan”

kedua, system masyarakat yang seolah-olah membuat masyarakat gengsi untuk mendengarkan ceramah majelis ta’lim. Musuh-musuh islam telah merubah budaya kehidupan masyarakat sehingga semakin jauh dari nuansa ruhiyah. Masyarakat melalui tayangn televisi, media cetak maupun elektronik telah  didekatkan dengan budaya hedonis, konsumtif dll. Dengan demikian budaya untuk menghadiri majelis ta’lim seolah-olah telah menjadi tradisi kuno dan telah lekang dimakan usia. Atau hal itu hanya pantas dilakukan oleh orang-orang tua saja.

ketiga lemahnya amar ma’ruf nahi munkar. Allah telah mengingatkan bahwa manusia akhir zaman akan disebut sebagai “ khoirul ummat” ketika mereka mampu menjalankan fungsi social masyarakat mereka yaitu saling mnegingatkan dalam kebaikan dan saling mencegah dalam kemungkaran. Syarat keberlangsungan kehidupan yang saling menghargai, mengasihi dan menyayangi adalah adanya kebaikan –kebaikan individu dalam setiap tatanan masyarakat. Kemudian kebaikan kebaikan individu tersebut akan mendorong orang lain untuk juga bersikap yang sama dengan jalan saling mengingatkan dan ketauladanan yang nyata. Sikap kritis terhadap sesama dan kepedulian terhadap degradasi akhlak sesama akan menjadi langkah awal bagi terwujudnya kehidupan yang bermoral dan bermartabat.

Keempat, banyaknya budaya bid’ah, takhayul, khurafat. Aturan aturan syariat telah menggariskan dengan jelas mana yang halal dan mana yang haram. Dan syariat telah memerintahkan untuk menjauhi hal-hal yang tidak jelas ( syubhat ) dalam bentuk apapun. Baik syubhat dalam aqidah, syubhat dalam ibadah maupun syubhat dalam akhlak sehari-hari yang tercermin dari banyaknya praktek bid’ah, takhayul dan khurafat. Sesungguhnya Rosulullah telah berpesan “ sesungguhnya allah telah mewajibkan sesuatu maka janganlah engkau melalaikannya, dan menetapkan segala sesuati maka janganlah engkau melanggarnya, dan allah mengharamkan beberapa ha maka janganlah engkau melakukannya, dan allah mendiamkan beberapa hal ( bukan karena lupa ) maka janganlah engkau mencari-carinya”.  Rosulullah juga telah bataan yang jelas tentang ibadah yang akan diterima Allah swt hanyalah ibadah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosulullah. “ Barang siapa mengada-adakan sesuatu yang baru dalam perkara agama ini maka dia tertolak”

 

 

Simpulan

Dakwah dengan segala potensi manfaatnya akan menjadi kuarang efektif dan efisien dalam tugasnya menjadi problem solver bagi ummat karena kendala- kendala  internal yang menghinggapi para pelaku ( da’I ) dan Objeknya ( mad’u ). Oleh karenanya persiapan yang optimal meliputi mental, spiritual, penambahan wawasan baik agama ataupun umum mutlak diperlukan bagi para da’I yang akan diterjunkan di medan dakwah. Sehingga mereka mampu bertahan dan mampu menyikapi dengan arif setiap perubahan dan tantangan dakwah. Mereka mampu menempatkan diri dengan flexibel dalam tatanan masyarakat yang mengakomodir perbedaan pemikiran.

Manajemen dakwah juga perlu dipersiapkan dengan matang dalam menata keberlangsungan dakwah. Sehingga mampu mengoptimalkan setiap potensi dari unsure-unsur dakwah. Potensi da’I, potensi mad’u maupun potensi maudhu’ ( tema ) harus tertata dengan tepat agar tujuan dakwah dapat tercapai dengan memuaskan.

Kemampuan mengatur dan mengolah sumber daya yang ada akan menjadi penentu sukses atau mandulnya strategi dakwah. Profesionalisme juga harus semakin ditingkatkan guna percepatan pencapain tujuan dakwah. Yakinlah suadaraku “ kemenangan dakwah adalah sebuah kepastian, tapi apakah dalam kemenangan itu ada sumbangsih kita didalamnya atau tidak”

.

Leave a comment